Kamis, 16 Februari 2017

Di Desa Ini Ada Budaya Tes Perawan, Namanya Ngarot


Pada awalnya, Ngarot merupakan upacara tradisional yang dirintis oleh seorang kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena pada tahun 1686.

Ngarot menurut bahasa Sunda berarti minum, merupakan arena pesta minum-minum dan makan-makan di kantor desa sebelum para petani memulai menggarap sawah. Sebagian masyarakat di sana percaya jika Ngarot merupakan saat yang penting bagi para remaja untuk mendapatkan jodoh/ pasangan hidup. Jodoh yang didapat dari ritual ini dipercaya dapat membuat kekal pasangan suami istri.
Sebenarnya zaman dulu upacara Ngarot bukanlah acara untuk mencari jodoh, tetapi sebagai pembelajaran bagi para muda-mudi agar pintar dalam ilmu pertanian, dan upacaranya pun hanya boleh diikuti oleh para perjaka dan perawan.
Biasanya upacara ini dimulai pada pukul 08.30 dengan dihadiri para muda-mudi dengan pakaian warna warni di halaman rumah Kuwu. Para gadis dengan busana kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala dihiasi dengan rangkaian bunga. Setelah itu biasanya akan diadakan pawai keliling kampung. Selesai pawai para gadis kembali ke balai desa dan diselenggarakan acara tradisional seperti ronggeng. Menurut warga setempat, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para gadis dan jejaka saling berpandang-pandangan, untuk selanjutnya saling jatuh cinta.

Konon, jika seorang gadis yang tidak  perawan mengikuti pawai arak-arakan Ngarot, maka bunga melati yang terselip di rambutnya akan menjadi layu dengan sendirinya. Bila hal itu terjadi, maka si gadis akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan diri.

Tuah negatif untuk kaum “janda” terjadi ketika berlangsungnya acara inti Ngarot. Yaitu pada saat acara saling tatap mata dengan para jejaka. Wajah “janda” atau gadis tapi sudah tak perawan, walaupun sebelumnya berwajah cantik, tiba-tiba akan menjadi buruk rupa. Maka otomatis dia tidak akan mendapatkan pasangan. Bahkan yang lebih menakutkan, jika janda dan gadis tak perawan tadi nekat mengikuti upacara Ngarot, ia tak akan mendapat jodoh seumur hidup.
Menurut warga di sana, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, hampir 80 persen peserta muda-mudi yang mengikuti acara Ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup menjalin rumah tangga dengan rukun. (OL)


EmoticonEmoticon